Lafazh Akad Nikah (Analisis Suroh al-Qoshosh Ayat 27) - Drs. Dame Siregar, M.A

Lafazh Akad Nikah (Analisis Suroh al-Qoshosh Ayat 27)

Share This

Lafazh Akad Nikah

(Analisis Suroh al-Qoshohs Ayat 27)

Drs. Dame Siregar, M.A.

Abstrak

Peminangan wajib dilakukan sebelum akad nikah. Syarat nikah mahar, adanya calon suami dan isteri yang sama rido. Adanya rido dari wali nikah, baik gadis maupun janda. Ridonya anak gadis cukup diamnya, sedangkan janda wajib mengatakan iya.  Jika janda wajib habis iddahnya. Solat sunnah mutlaq dua rokaat dulu, berdoa saat setiap sujud untuk keberkatan pernikahan. Bacakan khutbah nikah, hadirkan wali, dua saksi, calon sumi dan isteri. Sebaiknya lafazh ijab dan qobul berbahasa Arab agar terhindar dari kesalahan makna, sekaligus mencontoh ayat dan hadis. Jauh dari keraguan karena ragu asal dusta, jangan main-mian lafazh akad nikah, karena lafazh itulah yang menghalalkan yang haram sebelumnya. Contoh afafh ijab dari wali nikah adalah: زَوَّجْتُكَ كَرِيمَةَ بِنْتَ كُلْثُومٍ الْحِمْيَرِيِّ  atau أَنْكَحْتُكَ حَفْصَةَ بِنْتَ عُمَرَ atau أَنْكَحْتُكَ بِنْتِي فُلَانَةَ . Contoh lafazh qobul dari calon suami adalah: قَبِلْتُ نِكَاحَهَا   . Amalkan doa  setelah akad nikah. Amalkan walimah sebaiknya. Mahar diberikan suami setelah wathi awalnya. Suami boleh   mengatakan kepada isterinya, pada awal wathi: jika kamu masih gadis maka mahar menjadi milikmu, jika tidak maka nikah kita batal. Mahar boleh dikasih isteri kepada suami denagn suka rela, gunanya untuk hal positif seperti modal kerja dan keperluan lainnya

Keyword: Syarat dan rukun syahnya akad nikah

Pendahuluan

            Pendahuluan merupakan pragraf yang sangat rapi untuk memotivasi pembaca di awalnya. Suroh al-Qoshohs ayat 27 tentang Akad Nikah, mengisahkan Nabi Syu’iab dengan Nabi Musa dalam soal mahar dan waktu akad nikah. Pertama kali ynag disepakati adalah besaran mahar yang ditawarkan orangtua wanita. Kemudian calon suami akan berpikir matang apakah mampu dia untuk membayarnya. Selanjutnya tenggang waktu pelunasannya. Sebelumnya calon suami harus kesepakatan orangtua dengan putrinya apakah sudah cocok atau tidak calon suaminya atas pilihan orangtua berdasarkan pertimbangan agama yang ada pada diri seorang laki-laki. Nabi Musa merupakan buronan Fir’aun atas kesalahannya membunuh kaum Fir’aun untuk membantu keluarga dari golongan bnai Isroil. Namun Nabi Musa sebelumnya tinggal di sebuah kayu untuk berlindung dari kejaran Fir’aun. Maka dia membantu putri Nabi Syu’aib  member minum kambing gembalanya karena Nabi Syu’aib sudah tua renta tidak mampu lagi menggembalanya. Namun ujungnya menggambarkan kepada seorang calon isteri seharusnya memiliki keahlian dalam dalam satu bidang pekerjaan. Pada diri Nabi Musa adalah kekuatan dan kepercayaan yang matang tanpa diragukan keimanannya, di mana berjumpa dua orang anak gadis dengan seorang pemuda tidak terjadi hal yang dilarang oleh agama Islam, pada hal tempat dan waktunya sudah menantang untuk melakukan zina. Dalam sejarah Isro’ wa mi’rojnya Nabi Muhammad, diu tempat ini Malak Jibril menyuruh untuk solat di Syajaroh Musa, untuk meminta kepada Alloh agar umtanya dapat mencontoh keperibadian Nabi Musa dan dua putrid Nabi Syu’aib. Makanya Nabi Syu’aib ingin menikahkan salah satu putrinya kepaad Nabi Musa dengan mahar untuk kerja delapan sampai sepeuluh tahun.

Pembahasan

Peminangan  Syarat Nikah dan Sejarahnya

            Peminangan janagn diabaikan dalam Islam, karena peminangan merupakan ajaran Islam yang sduah mulai terlewatkan anak-anak muda sekarang.sebahagian besar pengantar akad nikah dengan pacaran yang haram dalam Islam. Akibat patalnya mudah bosan dan akhirnya cerai muda atau dini baru hitungan bulan menikah. Suroh al-Baqoroh menjelaskan wajibnya pinangan sebelum akad nikah.

Aplikasinya

1.      Suroh al-Qoshosh ayat 27 menceritakan lafazh untuk menikahkan salah satu putrinya kepada calaon Nabi Musa dengan lafazh قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ, Artinya, Nabi Syu’aib berkata langsung kepada Musa: “Sesungguhnya aku  bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua putriku ini”. Ayat ini sesuai dengan hadis berikut: Ayat di atas dijelaskan Nabi dalam riwayat Ahmad berikut:

حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ إِنَّهَا قَدْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا لِي فِي النِّسَاءِ مِنْ حَاجَةٍ فَقَالَ رَجُلٌ زَوِّجْنِيهَا قَالَ أَعْطِهَا ثَوْبًا قَالَ لَا أَجِدُ قَالَ أَعْطِهَا وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ فَاعْتَلَّ لَهُ فَقَالَ مَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ قَالَ كَذَا وَكَذَا قَالَ فَقَدْ زَوَّجْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ[1]

(BUKHARI - 4641) : Telah menceritakan kepada kami Amru bin 'Aun Telah menceritakan kepada kami Hammad dari Abu Hazim dari Sahl bin Sa'd ia berkata; Seorang wanita mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata bahwasanya, ia telah menyerahkan dirinya untuk Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam. Maka beliau bersabda: "Aku tidak berhasrat terhadap wanita itu." Tiba-tiba seorang laki-laki berkata, "Nikahkanlah aku dengannya." Beliau bersabda: "Berikanlah mahar (berupa) pakaian padanya." Laki-laki itu berkata, "Aku tidak punya." Beliau pun bersabda kembali, "Berikanlah meskipun hanya berupa cincin besi." Ternyata ia pun tak punya. Kemudian beliau bertanya, "Apakah kamu memiliki hafalan Alquran?" laki-laki itu menjawab, "Ya, surat ini dan ini." Maka beliau bersabda: "Aku telah membolehkan menikahkah dengan wanita itu, dengan mahar hafalan Alquranmu."

Analisis Hadis

a.       Seharusnya dipahami dengan bahwa lafazh hadis زَوَّجْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ bukan lafazh saat akad nikah

b.      Namun lafazh batas minimal mahar yaitu mengajarkan ayat yang dihapal calon suami kepada isterinya setelah senggama awalnya

c.       Karena masih ada di antara sebahagian umat Islam menjadikan hadis ini sebagai dalil wajibnya menyebutkan jumlah mahar saat ijab qobul

Hukum yang bisa dipetik dari kisah dan hadis riwayat Ahmad di atas adalah:

1.      Kesepakatan orangtua wanita dengan calon suami putrinya dengan keriteria kuat dan terpercaya atas akidah, syariah dan akhlaknya yang mulia

2.      Kemudian putri Nabi Syu’aib mau untuk dinikahkan kepada calon suami atas pertimbangan dua orangtuanya

3.      Merupakan isyarat berharga bahwa dua oarng yang bersaudari umpmakan adek kakak, tidak boleh dijadikan penghalang siapa duluan menikah, dengan ukuran bagi calon suami mana yang dia sukai, tentu demikian adek abang silakan siapa duluan dengan indikator terpenuhi syarat dan rukun nikahnya

4.      Dalam ayat di atas jelas lafazh untuk menginginkan menikahkan adalah lafazh fi’il mudhori’ (waktui sekarang atau yangakan dating) bukan fi’il madhi (waktu masa yang sudah lewat)

5.      Harus langsung di dengar calon suami dan calon isteri has art untuk menikah dengan baik dengan lambnag kata إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ salah satu dua putriku ini, berarti hadir dua-duanya di majelis peminangan itu

6.      Dalam ayat ini yang dipinang adalah masih gadis belum menikah sebelumnya

7.      Berarti pelaksanaan peminangan harus langsung dihadapan wali kepada calon isteri, calon suami, kisah ini diperjelas QS, al-Baqoroh, 2:235 berikut:

 

وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَكِنْ لَا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّا أَنْ تَقُولُوا قَوْلًا مَعْرُوفًا وَلَا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ (235(

235. Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu[148] dengan sindiran[149] atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf[150]. Dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. 148]. Yang suaminya telah meninggal dan masih dalam 'iddah. [149]. Wanita yang boleh dipinang secara sindiran ialah wanita yang dalam 'iddah karena meninggal suaminya, atau karena talak bain, sedang wanita yang dalam 'iddah talak raji'i tidak boleh dipinang walaupun dengan sindiran. [150].Perkataan sindiran yang baik.[2]

8.      Dalam ayat di atas yang dilamar atau dipinang adalah seorang janda, legkap jadinya wajib adanya peminagan sebelum melangsungkan akad nikah

9.       

10.  Haramnya pacaran sebelum menikah, dalilnya QS, al-Maidah, 3:5.sebagai berikut:

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آَتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (5)

5. Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan[402] diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi. 402]. Ada yang mengatakan wanita-wanita yang merdeka.[3]

Sejarah Mahar dalam Islam

Analisis dan Aplikasinya

Lanjutan ayat di atas sebagai berikut: عَلَى أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا artinya: Atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun. Hukum yang berkaitan dengan ayat ini adalah tentang akad nikah adalah mahar di maan cara aplikasinya sebagai berikut:

1.      Seorang calon suami harus ada dulu pekerjaan rutinnya sebelum menikah

2.      Kemudian dari hasil kerjanya itu merupakan modal untuk memperoleh mahar yang akan diberikan kepada calon isterinya, serta modal lanjutan setelah menikah

3.      Hal ini sesuai dengan QS, an-Nisa’, 4:24 sebagai  berikut:

وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا (24)

24. dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki[282] (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian[283] (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu[284]. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. 282]. Maksudnya: budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan bersama-samanya.[4]

4.      Harus didengar oleh calon suami dan calon isteri atas ajuan dua orangtua calon isteri

5.      Manfaatnya agar bertanggungjawab kedua belah pihak atas tawaran, serta jawaban calon suami dapat di dengar calon isteri

6.      Besaran mahar dalam ayat ini sekedar menggambarkan syarat akad nikah, bukan harus seperti itu besarannya dan caranya seperti kerja 8 tahun sampai 10 tahun, hasilnya kambing yang banyak

7.      Jadi benar bahwa mahar itu syarat nikah bukan rukun nikah, karena jaraknya 10 tahun

8.      Jika wajib disebutkan saat akad nikah, tentu harus ada dalilnya yang mendukungnya, atau bunyinya: Aku Nikahkan kepadamu si … dengan mahar akau kerja 8 -10 tahun dan upahnya kambing yang banyak tunai.karena demikian kronologisnya

9.      Sesuaikan dengan kemampuan calon suami juga

10.  Mahar pada lahirnnya membuat beban kepada calon suami, tetapi hakikatnya suatu kebaikan hal ini, diperjelas lanjutan ayat فَمِنْ عِنْدِكَ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ artinya: maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu

11.  Maksud suatu kebaikan adalah, di mana mahar itu merupakan modal kerja untuk hidup kedepan yang lebih baik dibandingkan dengan hidup bersama dua orangtua

12.  Semakin cepat terasa enaknya menikah, bukan bersama dua orangtua

13.  Karena hidup bersama orangtua menjadi fitnah kenapa tidak laku, apakah kaena …

14.  Hidup bersama suami sangat terpuji, mendapatkan anak solih solihah, rezki yang halal, jauh dari dosa zina, pacaran dan lainnya

15.  Maknya mahar jika disepakati boleh diberikan isteri kepada suaminya jika dierlukan untuk makanan apalagi untuk modal hidup dalilnya QS, an-Nisa’, 4:4 sebagai berikut:

وَآَتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا (4)

4. Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan[267]. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. 267]. Pemberian itu ialah maskawin yang besar kecilnya ditetapkan atas persetujuan kedua pihak, karena pemberian itu harus dilakukan dengan ikhlas.[5]

16.  Kemudian secepatnya mampu hidup mandiri untuk mengabdi kepada dua orangtua, kirabat dan lainya dalinya QS, al-Baqoroh, 2:215 sebagai berikut:

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلْ مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ (215)

215. Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.[6]

17.  Manusia yang terbaik adalah manusia yang terbaik dan terbanyak memberikan manfaat kepada dua orangtuanya dan manusia lainnya

18.  Bayangkan saudara berapa lama penentuan mahar sepuluh tahun sebelum pelaksanaan akad nikah, apakah masih perlu penyebutan mahar saat akad nikah, yang dipahami sebahagian ulama kita

19.  Potongan ayat selanjutnya adalah: jaminan Alloh atas perlakuan pinangan dan penentuan mahar yang disepkatai adalah إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ artinya: Kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang- orang yang baik

20.  Sejarah membuktikan Musa menajdi Nabi, mampu melawan musuh Alloh yaitu Fir’aun dan bala tentarnay, banyak bani Isroil menjadi muslim, selamat dari kejaran Fir’aun, menerima kitab Taurot sebelumnya menerima Shuhuf

21.  Kata shilihin adalah jama’ berarti dua pengantin dan ditambah dengan kirabat mereka berdua seharusnya mampu mensolihkannya setelah menikah, jangan menjadi pengkhianat dan pemisah dua keluarga

22.  Istilah lain jadilah kalian berdua jahit menemukan yang berpisah, jangan menjadi perobek seperti gunting

Waktu Penyerahan Mahar

1.      Ayat di atas menjelaskan bahwa Nabi Syu’aib memberikan upah kepada Musa berupa kambing yang banyak yang diperuntukkan untuk mahar calon isterinya serta modal kerja selanjutnya setelah menikah dalilnya QS, al-Qoshosh, 28:29 sebagai berikut:

فَلَمَّا قَضَى مُوسَى الْأَجَلَ وَسَارَ بِأَهْلِهِ آَنَسَ مِنْ جَانِبِ الطُّورِ نَارًا قَالَ لِأَهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّي آَنَسْتُ نَارًا لَعَلِّي آَتِيكُمْ مِنْهَا بِخَبَرٍ أَوْ جَذْوَةٍ مِنَ النَّارِ لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ (29)

29. Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung[1119] ia berkata kepada keluarganya: "Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan." 1119]. Setelah Musa a.s. menyelesaikan perjanjian dengan Syu'aib a.s. ia berangkat dengan keluarganya dengan sejumlah kambing yang diberi mertuanya, maka pada suatu malam yang sangat gelap dan dingin Musa a.s. tiba di suatu tempat tetapi setiap beliau menghidupkan api, api itu tidak mau menyala. Hal itu sangat mengherankan Musa maka ia berkata kepada istrinya sebagai tersebut dalam ayat 29.[7]

2.      Timbul permasalahan kapan diberikan yang pasti oleh Musa kepada Isterinya, tidak ada lafazh yang menjelaskannya dalam ayat ini

3.      Untuk menjawabnya, dijelaskan QS, al-Baqoroh, 2:236-237 sebagai berikut:

لَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهُ مَتَاعًا بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِينَ (236) وَإِنْ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ إِلَّا أَنْ يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاحِ وَأَنْ تَعْفُوا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَلَا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (237)

236. Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.

237. Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu mema'afkan atau dima'afkan oleh orang yang memegang ikatan nikah[151], dan pema'afan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan151]. Ialah suami atau wali. Kalau wali mema'afkan, maka suami dibebaskan dari membayar mahar yang seperdua, sedang kalau suami yang mema'afkan, maka dia membayar seluruh mahar.[8].

Analisis

a.       Potongan ayat “jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya” adalah bukan membayar mahar

b.      Jika menentukan mahar mana jalan memahami menyebutkan mahar saat ijab qobul

c.       Apalagi belum ditemkan dalil menyebutkan mahar saat ijab qobul

d.      Demikian juga 236, menjelaskan boleh ijab qobul belum ditentukan jumlah mahar, namun tetap tersirat ada mahar jika terjadi ijab qobul

4.      Ayat di atas dipejlelas dengan hadis berikut:

حَدَّثَنِي يَحْيَى عَنْ مَالِك عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ قَضَى فِي الْمَرْأَةِ إِذَا تَزَوَّجَهَا الرَّجُلُ أَنَّهُ إِذَا أُرْخِيَتْ السُّتُورُ فَقَدْ وَجَبَ الصَّدَاقُ[9]

(MALIK - 971) : Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari Yahya bin Sa'id dari Sa'id bin Musayyab bahwa Umar bin Khattab memberi putusan tentang wanita yang telah dinikahi oleh seorang laki-laki: "Jika tirai telah diturunkan, maka mahar wajib dibayarkan."

Maksud turun tirai, tentu suami isteri akan melakukan senggama, bukan hanya sekedar tidur saja, kecuali saat haid. Berarti jika sudah senggama maka wajb mengasih mahar

Penguat

و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّهُ قَالَ قَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أَيُّمَا رَجُلٍ تَزَوَّجَ امْرَأَةً وَبِهَا جُنُونٌ أَوْ جُذَامٌ أَوْ بَرَصٌ فَمَسَّهَا فَلَهَا صَدَاقُهَا كَامِلًا وَذَلِكَ لِزَوْجِهَا غُرْمٌ عَلَى وَلِيِّهَا[10]

(MALIK - 969) : Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Yahya bin Sa'id dari Sa'id bin Musayyab ia berkata; Umar bin Khattab berkata; "Laki-laki mana saja yang menikahi wanita yang terkena gila, atau lepra, atau kusta, lalu ia menyetubuhinya, maka wanita itu berhak mendapatkan mahar secara penuh. Dan hal itu berakibat walinya yang wajib menanggung hutang atas suaminya."

5.      Istilah mahar selain sodaq atau jama;nya soduqut adalah kaat Ujur atau upah dalilnya QS, an-Nisa’, 4:24 sebagai berikut:

وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا (24)

24.dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki[282] (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian[283] (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya atau upahnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu[284]. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.[282] Maksudnya: budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan bersama-samanya. [283] Ialah: selain dari macam-macam wanita yang tersebut dalam surat An Nisaa' ayat 23 dan 24.[284] Ialah: menambah, mengurangi atau tidak membayar sama sekali maskawin yang telah ditetapkan.[11]

Analisis

a.       Kenapa istilah upah mahar itu? Jawabannya karena isteri telah kerja berat untuk melayani suaminya awal pertamanya

b.      Senggama pertama isteri masih ketakutan, namun suami sangat menginginkan sangat yang didambakannya

c.       Orang yang takut tentu cepat keringat, apalagi melayani suami yang awalnya dikenal saat pinangan

d.      Kerja yang keringat berikan upahnya sebelum kering keringatnya, dalilnya sebagai berikut:

حَدَّثَنَا الْعَبَّاسُ بْنُ الْوَلِيدِ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ عَطِيَّةَ السَّلَمِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطُوا الْأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ[12]

(IBNUMAJAH - 2434) : Telah menceritakan kepada kami Al Abbas bin Al Walid Ad Dimasyqi berkata, telah menceritakan kepada kami Wahb bin Sa'id bin Athiah As Salami berkata, telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari Bapaknya dari Abdullah bin Umar ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya."

6.      Apabila kamu telah memberikan mahar atau upahnya maka wnaita tersebut menjadi muhsonah atau sudah menikah benaran atau menajadi tidak perawan lagi, maka harus berikan maharnya sebagai upahnya dalilnya QS, al-Maidah ayat 5 sebagai berikut:

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آَتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (5)  

5. pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan[402] diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi.[402] Ada yang mengatakan wanita-wanita yang merdeka.[13]

Analisis

a.       Maksud apabila kamu telah membayar maharnya mereka dengan maksud menikahinya, jika kita sudah bayar maharnya berarti sudah kita campuri, karena nikah hakikatnya adalah senggama bukan sekedar akad nkah

b.      Nikah menghalalkan yang haram dengan syarat dan rukun nikahnya, sakin halalnya haram tidak dihalalkan

c.       Jika du;uan dibayar identik dengan zina, karena berzina duluan dibayar baru lakukan perzinaan, takut wanitanya lari laki-laki yang menzinanya

d.      Jika selesai senggama baru diberikan suami mahar, takut suami isterinya tidak perawan lagi, pada hal pengakuannya dia perawan

e.       tidak dengan maksud berzina, menggambarkan jika mahar diberikan setelah senggama awalnya

f.       Dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik atau wanita simpanan atau selingkuhan sekarang

7.      Jadi pemberian mahar oleh suami setelah senggama awal, agar isteri tidak ada kesempatan membodohi calon suaminya

8.      Bahwa dia katanya perawan pada hal bukan lagi, maka awal malam pertama dia bilang sama suami, aku sedang haid, antarkan aku pualng sementara ke umah orangtuaku

9.      Setelah habis masa haidku aku beri tahu agar abang menjemput saya

10.  Ternayata dia lari atau kabur menikah dengan laki-laki lain

11.  Karena sudah dapat akta nikah sebagai tanda janda terhormat, dan sudah mendapat mahar sekian juta

12.  Kepada calon suami saat awal malam pertama bilang sama isteri, jika kamu nati ternyata masih perawan maka semua mahr ini milikmu, nmaun jika tidak maka anda tidak ada hakmu sedikitpun

13.  Yakinlah anda jika masih perawan maka dia mau dites, jika tidak tentu dia tidak mau dites

14.  Cara mentesnya, ambil sarung tangan terbuat dari karet tipis, baru masukkan jari kelingkingmu, jika teriak benaran dan kesakitan yang amat, maka masukkan lagi induk jarimu tentu dia tambah sakit

15.  Atau yang peraktisnya, saat pinangan dilihatkan sama pihak medis yang jujur atas pilihan ca[on suami apakah masih perawan atau tidak

Pelaksanaan Akad Nikah

1.      Berwudu’ dulu dan amalkan solat sunnah mutlaq 2 rokaat saja, banyakkan berdoa saat setiap sujud dan doa pada saat tasyahud akhirnya, apa yang kamu inginkan tetap doanya berbahasa Arab khusus dalam solat.

2.      Hadirkan wali, 2 saksi, dan Kakuanya atau P3 Nnya, sebaiknya semua dalam keadaan wudu’

3.      Pahamkan semua yang hadir makna kata ijab qobulnya, terutama wali, calon suami, 2 saksi yang berbahsa Arab itu, oleh siapa yang mampu mengajarkannya di anatara yang hadir, agar bertambah ilmu kita setiap keadaan

4.      Bacakan khutbah nikahnya dengan baik dan boleh dibacakan artinya dengan baik. Jika mampu sebaiknya yang membacanya adalah calon suami.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ فِي خُطْبَةِ الْحَاجَةِ فِي النِّكَاحِ وَغَيْرِهِ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سُلَيْمَانَ الْأَنْبَارِيُّ الْمَعْنَى حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ إِسْرَائِيلَ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ وَأَبِي عُبَيْدَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ عَلَّمَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُطْبَةَ الْحَاجَةِ أَنْ الْحَمْدُ لِلَّهِ نَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا } يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.[14]

(ABUDAUD - 1809) : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir, telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Abu Ishaq dari Abu 'Ubaidah dari Abdullah bin Mas'ud mengenai khutbah hajat dalam pernikahan dan yang lainnya, dan telah diriwayatkan dari jalur yang lain: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sulaiman Al Anbari secara makna, telah menceritakan kepada kami Waki' dari Israil, dari Abu Ishaq dari Abu Al Ahwash dan Abu 'Ubaidah dari Abdullah, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mengajarkan kepada khutbah hajah, yaitu: (Segala puji bagi Allah, kami memuji dan memohon pertolongan serta ampunan kepadaNya, dan berlindung kepada Allah dari keburukan diri kita, siapa yang Allah beri petunjuk maka tidak ada yang dapat menyesatkannya dan siapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah hamba serta rasulNya. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (Muhammad bin Sulaiman tidak menyebutkan khutbah tersebut. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abu 'Ashim, telah menceritakan kepada kami 'Imran dari Qatadah dari Abdu Rabbih dari Abu 'Iyadh dari Ibnu Mas'ud bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam apabila bertasayahud menyebutkan seperti itu. Dan ia mengatakan setelah ucapannya: "dan rasul-Nya" yang Allah utus dengan kebenaran sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan di hadapan Hari Kiamat. Siapa yang mentaati Allah dan rasulNya maka sungguh ia telah mendapatkan petunjuk dan siapa yang mendurhakai mereka berdua, maka sesungguhnya ia tidak merugikan kecuali terhadap dirinya sendiri, dan tidak merugikan Allah sedikitpun.

5.      Jabatan tangan antara wali dengan calon suami (dalilnya belum kami temukan, mohon dalilnya)

6.      Contoh lafazh Ijab dari wali adalah أَنْكَحْتُكَ بِنْتِيْ فَاطِمَةَ   artinya (aku nikahkan kepadamu  putriku Fathimah (sesuaikan nama calon isteri yang sudah disepakati jumlah atau besaran maharnya (seharusnya mahar diberikan suami setelah senggama awal nanti)

7.      Maka calon suami mengucapkan kalimat qobul: قَبِلْتُ نِكَاحَهَا  artinya: Aku terima nikahnya.

Lafazh akad nikah

Analisis Permasalahan dalil lafazh akad nikah di atas sebagai berikut

Lafaz akad nikah bentuk  فِعْلُ مَاضٍ (fi’il madhi) sebagai tindak lanjut peminangan, makna niat yang sudah dicanangkan sebelum akad nikah atau saat peminangan, dalinya (QS, al-Ahzab, 33:37) sebagai berikut:

وَإِذْ تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَاهُ فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولًا (37)

37. Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia[1219] supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya[1220]. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. 1219]. Maksudnya: setelah habis ‘iddahnya.
[1220]. Yang dimaksud dengan orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya ialah Zaid bin Haritsah. Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dengan memberi taufik masuk Islam. Nabi Muhammadpun telah memberi nikmat kepadanya dengan memerdekakan kaumnya dan mengangkatnya menjadi anak. Ayat ini memberikan pengertian bahwa orang boleh mengawini bekas isteri anak angkatnya.[15]

1.      Kisah Zaid bin Haritsah menjelaskan kepada kita, bahwa setelah dia ceraikan isterinya, maka Nabi menikahinya setelah habis masa iddahnya

2.      Maka Nabi melakukan proses akad nikah

3.      Kata kami maksudnya Alloh melalui pelaksanaan hamba-Nya proses akad nikah

4.      Sekaligus lafazh akad nikah boleh dengan kata زَوَّجْتُكَ atau اَنْكَحْتُكَ

5.      Potongan ayat pada kata زَوَّجْنَاكَهَا artinya Kami kawinkan kamu dengan dia, dhomir هَا bukan maful kedua dari kata زَوَّجْنَا artinya kami nikahkan, dan domir كَ maful pertama, seolah-olah calon suami yang akan dinikahkan kepada calon isteri. Memang berdasarkan ilmu nahwu dalam I’rob, benar domir كَ maf’ul pertama dan domir هَا maf’ul kedua dalam urutan susunan kata. Namun dalam memahaminya yang benar, kembali proses nikah, di mana calon suami yang membayar mahar calon isteri, tentu wanita yang dinikahkan kepada calon suami, bukan sebaliknya

6.      Hal ini sering kita dengar beberapa sinetron yang mengucapkan lafazh  akad nikah: Aku nikahkan engkau kepada putriku si anu dengan mahar sekian tunai

7.      Seharusnya bagaimanapun adat kebiasaan wajib disesuaikan dengan ajaran Islam yang sudah ada dalilnya, jika belum, tentu boleh berdasarkan hasil ijitihad kolektif

8.      Solusinya adalah kita ikut lafazhnya yang berbahasa Arab saja, agar terhindar dari kekeliruan dan kesalahan

9.      Jika diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, apa bahasa Indonesia antara kata زَوَّجْتُكَ أَوْ أَنْكَحْتُك

10.  Makanya sering terdengar lafazh akad nikah terjemahan: Aku nikahkan dan aku kawinkan kamu kepadanya dengan mahar …. Tunai

11.  Hal ini menterjemahkan اَنْكَحْتُكَ اَوْ زَوَّجْتُكَ

12.  Maka seharusnya tetap bahasa Arabnya saja, tidak ada keraguan kebenarannya

13.  Perbedaan paham perlu diselesaikan dengan secepatnya agar jangan menular ke generasi selanjutnya

14.  Perbedaan masih tarap keraguan maka solusinya kembalikan kepada dalil yang selama  masih dapat dipahami dan diamalkan sebagaiman yang diamalkan para sahabat seblumnya seperti akad nikah berbahasa Arab, apalagi diterjemahkan menjadi keliru, dalilnya:

حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى الْأَنْصَارِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ بُرَيْدِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ عَنْ أَبِي الْحَوْرَاءِ السَّعْدِيِّ قَالَ قُلْتُ لِلْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ مَا حَفِظْتَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حَفِظْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ وَفِي الْحَدِيثِ قِصَّةٌ قَالَ وَأَبُو الْحَوْرَاءِ السَّعْدِيُّ اسْمُهُ رَبِيعَةُ بْنُ شَيْبَانَ قَالَ وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ بُرَيْدٍ فَذَكَرَ نَحْوَهُ [16]

(TIRMIDZI - 2442) : Telah menceritakan kepada kami Abu Musa Al Anshari telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Idris telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Buraid bin Abu Maryam dari Abu Al Haura` As Sa'di berkata: Aku bertanya kepada Al Hasan bin Ali: Apa yang kau hafal dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam? Ia menjawab: Aku menghafal dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam: "Tinggalkan yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu karena kejujuran itu ketenangan dan dusta itu keraguan." Dalam hadits ini ada kisahnya. Abu Al Haura` As Sa'di namanya Rabi'ah bin Syaiban. Berkata Abu Isa: Hadits ini hasan shahih. Telah menceritakan kepada kami Bundar telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Buraid ia menyebut sepertinya.

15.  Ragu termasuk dusta, maka kejujuran adalah menghasilkan ketenangan yaitu ikuti Alquran dan hadis serta siroh Nabi

16.  Karena lafazh akad nikah adalah penghalalan yang haram, maka jangan main-main lafazhnya mohon renungannya

17.  Ucapan ijab dari wali أَنْكَحْتُكَ بِنْتِي فُلَانَةَ  , dalam kitab Fiqh Maliki, ucapan wali sebagai berikut:

وَمَثَّلَ لِلْإِيجَابِ الصَّرِيحِ بِقَوْلِهِ : ( كَ : أَنْكَحْت وَزَوَّجْت ) أَيْ كَقَوْلِ الْوَلِيِّ : أَنْكَحْتُكَ بِنْتِي فُلَانَةَ ، أَوْ زَوَّجْتُكَ بِنْتِي أَوْ مُوَكِّلَتِي فُلَانَةَ ، وَلَوْ لَمْ يُسَمِّ صَدَاقًا [17]

Contoh ucapan Ijab dari wali: Aku Nikahkan kepadamu Putriku si Fulanah walaupun tidak menyebutkan maharnya,  jika perwakilan wali nikah lafazh ijabnya: Aku perwakilan meniikahkan kepadamu si anu binti sianu, atau perwakilkan menikahkan fulanah (sebut namanya)  tanpa menyebut jumlah maharnya

Dalam kitab Fiqh Maliki, ucapan qobul dari calon suamiقَبِلْت نِكَاحَهَا لِنَفْسِي artinya: Aku telah terima nikahnya untuk diriku, dan jika penerima nikah perwakilan maka lafazhnya قَبِلْت نِكَاحَهَا لِمُوَكِّلِي  (artinya: Aku sebagai perwakilan, Aku terima nikahnya, sebagai berikut:

فَيَقُولُ الزَّوْجُ بَعْدَ الْخُطْبَةِ : قَدْ قَبِلْت نِكَاحَهَا لِنَفْسِي ، وَيَقُولُ وَكِيلُهُ قَدْ قَبِلْت نِكَاحَهَا لِمُوَكِّلِي وَمَا فِي مَعْنَى ذَلِكَ) حاشية الصاوي على الشرح الصغير- ص 402)

18.  Lafahz akad nikah dalam Fiqh as-Syafi’i, wali mengucapakan kalimat زَوَّجْتُكَ أَوْ أَنْكَحْتُك  (artinya: Aku nikahkan kepadamu, dan calon suami mengucapkan kalimat قَبِلْتُ نِكَاحَهَا أَوْ تَزْوِيجَهَا  (artinya, Aku terima nikahnya,) sebagai berikut:

 

فَصْلٌ إنَّمَا يَصِحُّ النِّكَاحُ بِإِيجَابٍ ، وَهُوَ زَوَّجْتُكَ أَوْ أَنْكَحْتُك ، وَقَبُولٌ : بِأَنْ يَقُولَ الزَّوْجُ قَبِلْتُ نِكَاحَهَا أَوْ تَزْوِيجَهَا ، وَلَا يَصِحُّ إلَّا بِلَفْظِ التَّزْوِيجِ أَوْ الْإِنْكَاح[18]

Pasal, sebenarnya lafzh Ijab adalah, زَوَّجْتُكَ أَوْ أَنْكَحْتُك. Ucapan qobul dari calon suami adalah قَبِلْتُ نِكَاحَهَا أَوْ تَزْوِيجَهَا. Dan tidak syah ucapan akad nikah kecuali ucapan kata التَّزْوِيجِ أَوْ الْإِنْكَاح

19.  Sebaiknya calon suami dan wali dilatih dulu mengucapkan ijab dan qobulnya, agar terhindar kesalahan saat berlangsungnya akad nikah

20.   Jika diperkirakan kurang mampu, sebaiknya ditulis agar mudah membacanya, jauh dari salah dan geroginya

21.  Lafazh akad nikah dalam hadis adalah أَنْكَحْتُكَ حَفْصَةَ بِنْتَ عُمَرَ sebagai berkut:

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يُحَدِّثُ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ حِينَ تَأَيَّمَتْ حَفْصَةُ بِنْتُ عُمَرَ مِنْ خُنَيْسِ بْنِ حُذَافَةَ السَّهْمِيِّ وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا تُوُفِّيَ بِالْمَدِينَةِ قَالَ عُمَرُ فَلَقِيتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ فَعَرَضْتُ عَلَيْهِ حَفْصَةَ فَقُلْتُ إِنْ شِئْتَ أَنْكَحْتُكَ حَفْصَةَ بِنْتَ عُمَرَ قَالَ سَأَنْظُرُ فِي أَمْرِي فَلَبِثْتُ لَيَالِيَ فَقَالَ قَدْ بَدَا لِي أَنْ لَا أَتَزَوَّجَ يَوْمِي هَذَا قَالَ عُمَرُ فَلَقِيتُ أَبَا بَكْرٍ فَقُلْتُ إِنْ شِئْتَ أَنْكَحْتُكَ حَفْصَةَ بِنْتَ عُمَرَ فَصَمَتَ أَبُو بَكْرٍ فَلَمْ يَرْجِعْ إِلَيَّ شَيْئًا فَكُنْتُ عَلَيْهِ أَوْجَدَ مِنِّي عَلَى عُثْمَانَ فَلَبِثْتُ لَيَالِيَ ثُمَّ خَطَبَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنْكَحْتُهَا إِيَّاهُ فَلَقِيَنِي أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ لَعَلَّكَ وَجَدْتَ عَلَيَّ حِينَ عَرَضْتَ عَلَيَّ حَفْصَةَ فَلَمْ أَرْجِعْ إِلَيْكَ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ فَإِنَّهُ لَمْ يَمْنَعْنِي أَنْ أَرْجِعَ إِلَيْكَ فِيمَا عَرَضْتَ إِلَّا أَنِّي قَدْ عَلِمْتُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ ذَكَرَهَا فَلَمْ أَكُنْ لِأُفْشِيَ سِرَّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَوْ تَرَكَهَا لَقَبِلْتُهَا[19]

(BUKHARI - 3704) : Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri dia berkata, telah mengabarkan kepadaku Salim bin Abdullah bahwa dia mendengar Abdullah bin Umar radliallahu 'anhuma bercerita, bahwa Umar bin Khattab berkata ketika Hafshah binti Umar menjanda dari Khunais bin Hudzafah As Sahmi -ia termasuk di antara sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang ikut serta dalam perang Badr dan meninggal di Madinah-, Umar berkata, "Maka aku datangi Usman bin 'Affan dan kutawarkan Hafshah kepadanya. Aku berkata, "Jika engkau mau, maka aku akan menikahkan kepadamu dengan Hafshah binti Umar." Utsman hanya memberi jawaban, "Aku akan melihat perkaraku dulu, " aku lalu menunggu beberapa malam, kemudian ia menemuiku dan berkata, "Nampaknya aku tidak akan menikah pada saat ini." Umar berkata, "Kemudian aku menemui Abu Bakr, kukatakan padanya, "Jika engkau menghendaki, maka aku akan menikahkan kepadamu dengan Hafshah binti Umar." Abu Bakar hanya terdiam dan tidak memberi jawaban sedikitpun kepadaku. Dan kemarahanku kepadanya jauh lebih memuncak daripada kepada Utsman. Lalu aku menunggu beberapa malam, ternyata Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meminangnya. Maka aku menikahkannya dengan beliau. Kemudian Abu Bakr menemuiku dan berkata, "Sepertinya engkau marah kepadaku ketika engkau menawarkan Hafshah kepadaku dan aku tidak memberi jawaban sedikitpun." Aku menjawab, "Ya." Abu Bakr berkata, "Sebenarnya tidak ada yang menghalangiku untuk memberi jawaban kepadamu mengenai apa yang engkau tawarkan kepadaku, kecuali aku mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sering menyebut-nyebutnya, dan tidak mungkin aku akan menyebarkan rahasia Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Kalaulah beliau meninggalkannya, tentu aku akan menerima tawaranmu."penguat (al-Bukhari - 4728)

Penguat

Lafazh ijabnya dengan kata زَوَّجْتُكَ كَرِيمَةَ بِنْتَ كُلْثُومٍ الْحِمْيَرِيِّ dalilnya sebagai berikut

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَاشِدٍ عَنْ مَكْحُولٍ عَنْ رَجُلٍ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ دَخَلَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ عَكَّافُ بْنُ بِشْرٍ التَّمِيمِيُّ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَكَّافُ هَلْ لَكَ مِنْ زَوْجَةٍ قَالَ لَا قَالَ وَلَا جَارِيَةٍ قَالَ وَلَا جَارِيَةَ قَالَ وَأَنْتَ مُوسِرٌ بِخَيْرٍ قَالَ وَأَنَا مُوسِرٌ بِخَيْرٍ قَالَ أَنْتَ إِذًا مِنْ إِخْوَانِ الشَّيَاطِينِ وَلَوْ كُنْتَ فِي النَّصَارَى كُنْتَ مِنْ رُهْبَانِهِمْ إِنَّ سُنَّتَنَا النِّكَاحُ شِرَارُكُمْ عُزَّابُكُمْ وَأَرَاذِلُ مَوْتَاكُمْ عُزَّابُكُمْ أَبِالشَّيْطَانِ تَمَرَّسُونَ مَا لِلشَّيْطَانِ مِنْ سِلَاحٍ أَبْلَغُ فِي الصَّالِحِينَ مِنْ النِّسَاءِ إِلَّا الْمُتَزَوِّجُونَ أُولَئِكَ الْمُطَهَّرُونَ الْمُبَرَّءُونَ مِنْ الْخَنَا وَيْحَكَ يَا عَكَّافُ إِنَّهُنَّ صَوَاحِبُ أَيُّوبَ وَدَاوُدَ وَيُوسُفَ وَكُرْسُفَ فَقَالَ لَهُ بِشْرُ بْنُ عَطِيَّةَ وَمَنْ كُرْسُفُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ رَجُلٌ كَانَ يَعْبُدُ اللَّهَ بِسَاحِلٍ مِنْ سَوَاحِلِ الْبَحْرِ ثَلَاثَ مِائَةِ عَامٍ يَصُومُ النَّهَارَ وَيَقُومُ اللَّيْلَ ثُمَّ إِنَّهُ كَفَرَ بِاللَّهِ الْعَظِيمِ فِي سَبَبِ امْرَأَةٍ عَشِقَهَا وَتَرَكَ مَا كَانَ عَلَيْهِ مِنْ عِبَادَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ثُمَّ اسْتَدْرَكَهُ اللَّهُ بِبَعْضِ مَا كَانَ مِنْهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَيْحَكَ يَا عَكَّافُ تَزَوَّجْ وَإِلَّا فَأَنْتَ مِنْ الْمُذَبْذَبِينَ قَالَ زَوِّجْنِي يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ قَدْ زَوَّجْتُكَ كَرِيمَةَ بِنْتَ كُلْثُومٍ الْحِمْيَرِيِّ.[20]

(AHMAD - 20477) : Telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rasyid dari Makhul dari seseorang dari Abu Dzar dia berkata, "Seorang laki-laki yang bernama Akkaf bin Bisyr At Taimi datang menemui Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam. Kemudian Nabi Shallalahu 'Alaihi Wasallam bertanya kepadanya: "Wahai 'Akkaf, apakah kamu mempunyai seorang isteri?" Dia menjawab, "Tidak." Nabi bertanya lagi; "Tidak juga seorang budak wanita?" Dia kembali menjawab, "Tidak juga budak wanita." Nabi bersabda: "Engkau dalam keadaan lapang?" Ia menjawab, "Ya, saya dalam keadaan lapang." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda: "Kalau begitu kamu termasuk saudara-saudara setan, seandainya kamu orang Nasrani pasti kamu termasuk para pendeta mereka. Sesungguhnya sunah kami adalah menikah, orang yang paling buruk di antara kalian adalah orang yang masih bujang, dan mayit kalian yang paling hina adalah orang yang meninggal dalam keadaan masih bujang. Apakah kalian hendak melawan setan padahal tidak ada senjata setan yang paling ampuh untuk melawan orang-orang shalih selain wanita? Kecuali bagi orang-orang yang sudah beristeri mereka itulah orang-orang yang disucikan lagi dihindarkan dari perbuatan keji. Celakalah kamu wahai 'Akkaf! Sesungguhnya para wanita itu adalah pendamping-pendamping Ayyub, Daud, Yusuf dan Kursuf." Bisyr bin 'Athiyah lalu bertanya kepada beliau, "Siapa Kursuf itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Dia adalah seorang lelaki yang beribadah kepada Allah di tepi laut selama tiga ratus tahun; siangnya dia berpuasa dan malamnya dia shalat, namun kemudian ia kafir kepada Allah yang Maha Agung disebabkan seorang wanita yang dia sukai, dan dia tinggalkan kebiasaan ibadahnya kepada Allah Azza Wa Jalla. Kemudian Allah mengembalikan dia menjadi baik sehingga dia bertaubat. celaka kamu wahai 'Akkaf, hendaklah engkau menikah! Jika tidak berarti kamu termasuk orang yang ragu ragu." Kemudian 'Akkaf berkata, "Nikahkan aku wahai Rasulullah!" Beliau lalu bersabda: "Aku nikahkan kamu dengan Karimah binti Kultsum Al Himyari."

22.  Kemudian lakukan membaca doa habis akad nikah dalilnya sebagai berikut:

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ يَعْنِي ابْنَ مُحَمَّدٍ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَفَّأَ الْإِنْسَانَ إِذَا تَزَوَّجَ قَالَ بَارَكَ اللَّهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ[21]

(ABUDAUD - 1819) : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad dari Suhail dari ayahnya, dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam apabila mengucapkan selamat kepada seseorang apabila ia menikah beliau mengucapkan: (Semoga Allah memberkahimu dan senantiasa memberkahimu kewajibanmu dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan."

Penjelasan

1.      Maksud barokallhu laka adalah semoga Alloh memberikan tambaahan ilmu, amal, bekerja dari yang halal, jauh dari malas, mengajari, mengarahkan, menjadikan isteri solihah, memperoleh anak solih dari penikahan kalian, agar umta Islam semakin banyak dan bermutu di mata dunia umat Islam

2.      Maksud  memberkahimu kewajibanmu, kedatanagna atau kehadiran isterimu, kamu menjadi manusia semakin banyak kewajiban membelanjai anak dan isteri tetapi jangan lupa berzikir dan berdoa, dalilnya QS, at-Taghobun, 64:14-15 sebagai berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (14) إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ (15)

14. Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu[1479] maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 1479]. Maksudnya: kadang-kadang isteri atau anak dapat menjerumuskan suami atau ayahnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan agama.

15. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.[22]

3.      Dan jangaan isterimu dan anakmu lupa berinfaq dalilnya:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (9) وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ (10) وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (11)

9. Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.

10. dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku Termasuk orang-orang yang saleh?"

11. dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.[23]

4.      Mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan, jadikan pernikahan untuk berlomba dengan isteri mengkaji Alquran hadis dan siroh dalilnya QS, Fathir, 35 31-34, sebagai berikut:

وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ هُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ إِنَّ اللَّهَ بِعِبَادِهِ لَخَبِيرٌ بَصِيرٌ (31) ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ (32) جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤًا وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ (33) وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ إِنَّ رَبَّنَا لَغَفُورٌ شَكُورٌ (34)

31. dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu Yaitu Al kitab (Al Quran) Itulah yang benar, dengan membenarkan Kitab-Kitab yang sebelumnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha mengetahui lagi Maha melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.

32. kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan[1260] dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang Amat besar.

33. (bagi mereka) syurga 'Adn mereka masuk ke dalamnya, di dalamnya mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas, dan dengan mutiara, dan pakaian mereka didalamnya adalah sutera.

34. dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan Kami benar-benar Maha Pengampum lagi Maha Mensyukuri. [1260] Yang dimaksud dengan orang yang Menganiaya dirinya sendiri ialah orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya, dan pertengahan ialah orang-orang yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya, sedang yang dimaksud dengan orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan ialah orang-orang yang kebaikannya Amat banyak dan Amat jarang berbuat kesalahan.[24]

5.      Habis akad nikah doakan isteri pada ubun-ubunnya dalilnya sebagai berikut:

 

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى وَصَالِحُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى الْقَطَّانُ قَالَا حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا أَفَادَ أَحَدُكُمْ امْرَأَةً أَوْ خَادِمًا أَوْ دَابَّةً فَلْيَأْخُذْ بِنَاصِيَتِهَا وَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهَا وَخَيْرِ مَا جُبِلَتْ عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جُبِلَتْ عَلَيْهِ

(IBNUMAJAH - 1908) : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya dan Shalih bin Muhammad bin Yahya Al Qaththan keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Musa berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Muhammad bin 'Ajlan dari 'Amru bin Syu'aib dari Bapaknya dari Kakeknya, Abdullah bin Amru dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Apabila salah seorang dari kalian hendak mengambil manfaat dari seorang isteri, atau pembantu, atau hewan, hendaklah ia pegang ubun-ubunnya sambil mengucapkan, 'allahumma inni as`aluka min khairihaa wa khairi maa jubilat 'alaihi wa a'uudzu bika min syarrihaa wa syarri maa jubilat 'laihi' (Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari kebaikannya dan kebaikan yang telah Engkau berikan kepadanya, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan yang Engkau berikan kepadanya)."

Penguat

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ يَعْنِي سُلَيْمَانَ بْنَ حَيَّانَ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا تَزَوَّجَ أَحَدُكُمْ امْرَأَةً أَوْ اشْتَرَى خَادِمًا فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَإِذَا اشْتَرَى بَعِيرًا فَلْيَأْخُذْ بِذِرْوَةِ سَنَامِهِ وَلْيَقُلْ مِثْلَ ذَلِكَ قَالَ أَبُو دَاوُد زَادَ أَبُو سَعِيدٍ ثُمَّ لِيَأْخُذْ بِنَاصِيَتِهَا وَلْيَدْعُ بِالْبَرَكَةِ فِي الْمَرْأَةِ وَالْخَادِمِ

(ABUDAUD - 1845) : Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah, dan Abdullah bin Sa'id, mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Sulaiman bin Hayyan dari Ibnu 'Ajlan, dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Apabila salah seorang diantara kalian menikah atau membeli budak maka hendaknya ia mengucapkan; allaahumma innii as`aluka khairahaa wa khaira maa jabaltahaa 'alaihi wa a'uudzu bika min syarrihaa wa syarri maa jabaltahaa 'alaih (Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan sesuatu yang Engkau ciptakan padanya, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan sesuatu yang Engkau ciptakan padanya). Dan apabila ia membeli unta maka hendaknya ia memegang punuknya dan mengucapkan seperti itu!" Abu Daud berkata; Abu Sa'id menambahkan; kemudian hendaknya ia memegang ubun-ubunnya dan berdoa untuk mendapatkan berkah pada wanita dan budak.

6.      Tidak ada suruhan angkat tangan, doa berjamaah dan mengaminkan, serta menambahi isi doanya

7.      Jangan berpridiksi amat singkat doanya, maka apa salahnya ditambah bacaan dan caranya

8.      Lakukan apa yang ada dalam dalilnya tentu lebih meyakinkan kepada kita

9.      Amalkan walimah dengan baik, makan bersama sebaiknya diundang orang miskin anak yatim

10.  Selamat memberikan komentar demi kebaikan kita bersama, niat baik akan diberikan Alloh jalan mudah dan baik

Kesimpulan

1.      Peminangan wajib dilakukan sebelum akad nikah

2.      Syarat nikah mahar, adanya calon suami dan isteri yang sama rido

3.      Adanya rido dari wali nikah, baik gadis maupun janda

4.      Ridonya anak gadis cukup diamnya, sedangkan janda wajib mengatakan iya

5.      Jika janda wajib habis iddahnya

6.      Solat sunnah mutlaq dua rokaat dulu, berdoa saat setiap sujud untuk keberkatan pernikahan

7.      Bacakan khutbah nikah, hadirkan wali, dua saksi, calon sumi dan isteri

8.      Sebaiknya lafazh ijab dan qobul berbahasa Arab agar terhindar dari kesalahan makna, sekaligus mencontoh ayat dan hadis

9.      Jauh dari keraguan karena ragu asal dusta, jangan main-mian lafazh akad nikah, karena lafazh itulah yang menghalalkan yang haram sebelumnya

10.  Contoh lafazh ijab dari wali nikah adalah: زَوَّجْتُكَ كَرِيمَةَ بِنْتَ كُلْثُومٍ الْحِمْيَرِيِّ  atau أَنْكَحْتُكَ حَفْصَةَ بِنْتَ عُمَرَ atau أَنْكَحْتُكَ بِنْتِي فُلَانَةَ  

11.  Contoh lafazh qobul dari calon suami adalah: قَبِلْت نِكَاحَهَا لِنَفْسِي atau قَبِلْتُ نِكَاح فَطِمَةَ

12.  Amalkan doa  setelah akad nikah

13.  Amalkan walimah sebaiknya

14.  Mahar diberikan suami setelah wathi awalnya

15.  Suami boleh   mengatakan kepada isterinya, pada awal wathi: jika kamu masih gadis maka mahar menjadi milikmu, jika tidak maka nikah kita batal

16.  Mahar boleh dikasih isteri kepada suami dengan suka rela, gunanya untuk hal positif seperti modal kerja dan keperluan lainnya

Daftar Bacaan

Abu Daud, Sunan Abu Daud, (Indonesia: An-Nasyir  Al-Maktabah Dahlan 275 H)

Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, (Beirut : Dar  al-Katib, al-Ilmiyah, 275 H )

Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari , (Beirut: Dar al-Fikr,t.t)

Al-Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh al-Manjhaj, ( Mesir: Kairo, al-Kitab Masykul wa Marqom Aliya Ghoiru Muwafiq Lilmathbu’, Muqi, al-Islam, http://www.al-islam.com, Juz 12, tt)

At-Tirmizi, Sunan at-Tirmizi, (Semarang: Maktabah wa Matba’ah, 279 H)

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta, Kalim

Hasyiah ash-Showi ‘ala asy-Sayrahi ash-Shogir, (Mesir: Kairo,tt), Mauqi’ al-Islam al-Kitab Masykul wa Marqom Aliya Ghoiru Muwafiq Lilmathbu’), http://www.al-islam.com

Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Beirut : Dar  al-Katib, al-Ilmiyah, 275 H)

 

 

 



[1] al-Bukhari, Sahih al-Bukhari , (Beirut: Dar al-Fikr,t.t). hlm.29.

 

[2] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta, Kalim, 2010) . hlm. 49.

[3] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta, Kalim, 2010) . hlm. 77.

 

[4] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta, Kalim, 2010) . hlm. 88.

[5]Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta, Kalim, 2010) . hlm. 78.

[6] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta, Kalim, 2010) . hlm. 88

[7] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta, Kalim, 2010) . hlm. 88

[8] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta, Kalim, 2010) . hlm. 88

[9] Malik, al-Muwaththo’ , (Beirut: Dar al-Fikr,t.t). hlm. 497.

[10] Ibid, hlm. 752.

[11] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta, Kalim, 2010) . hlm.

[12] Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Beirut : Dar  al-Katib, al-Ilmiyah, 275 H). hlm. 398.

[13] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta, Kalim, 2010) . hlm.

 

[14] Abu Daud, Sunan Abu Daud, (Indonesia: An-Nasyir  Al-Maktabah Dahlan 275 H). hlm. 325.

 

[15] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta, Kalim, 2010) . hlm.

[16] At-Tirmizi, Sunan at-Tirmizi, (Semarang: Maktabah wa Matba’ah, 279 H). hlm. 433.

[17] Hasyiah ash-Showi ‘ala asy-Sayrahi ash-Shogir, (Mesir: Kairo,tt), Mauqi’ al-Islam al-Kitab Masykul wa Marqom Aliya Ghoiru Muwafiq Lilmathbu’), http://www.al-islam.com

, hlm. 427.

[18]  Al-Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh al-Manjhaj, ( Mesir: Kairo, al-Kitab Masykul wa Marqom Aliya Ghoiru Muwafiq Lilmathbu’, Muqi, al-Islam, http://www.al-islam.com, Juz 12, tt) hlm. 91

[19] Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari , (Beirut: Dar al-Fikr,t.t). hlm.367.

 

[20] Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, (Beirut : Dar  al-Katib, al-Ilmiyah, 275 H ). hlm. 491.

 

[21]Abu Daud, Sunan Abu Daud, (Indonesia: An-Nasyir  Al-Maktabah Dahlan 275 H). hlm.342.

 

[22] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta, Kalim, 2010) . hlm.

[23]Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta, Kalim, 2010) . hlm.

[24] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta, Kalim, 2010) . hlm.

 

 

No comments: